Pertanyaan:
Apa hukum ifthar jama’i (berbuka bersama) di Masjid? Benarkah acara seperti ini termasuk bid’ah? Syukran atas penjelasannya.
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, amma ba’du.
Pertama, yang dimaksud dengan berbuka bersama yang ada di masyarakat kita adalah adanya sebagian kaum yang memiliki kelebihan harta kemudian bersedekah dari hartanya untuk menyediakan hidangan berbuka puasa kepada orang-orang secara gratis. Inilah shuratul masalah (gambaran masalah) dari pembahasan hukum berbuka puasa bersama.
Jika demikian, maka apa yang dilakukan oleh para dermawan tersebut sudah sesuai dengan anjuran Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
“Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya” (HR. At-Tirmidzi no.807, ia berkata: “hasan shahih”).
Sehingga ini adalah perbuatan yang utama di bulan Ramadhan.
Kedua, dahulu para salaf bersemangat untuk berbagi makanan berbuka dan makan bersama ketika berbuka puasa. Abu as-Sawwar al-Adawiy radhiyallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi dari Bani ‘Adi, beliau mengatakan:
كان رجالٌ مِن بني عدي يصلُّون في هذا المسجد، ما أفطر أحدٌ منهم على طعامٍ قطُّ وحده، إن وجد مَن يأكل معه أكل، وإلَّا أخرج طعامه إلى المسجد، فأكله مع النَّاس، وأكل النَّاس معه
“Dahulu para lelaki dari Bani ‘Adi biasa shalat di Masjid ini. Dan tidak ada di antara mereka yang berbuka puasa sendirian sama sekali. Jika mereka dapati ada orang di Masjid, ia akan berbuka puasa bersamanya. Namun jika tidak ada orang di Masjid, ia akan keluar dari Masjid membawa makanan buka puasanya, lalu memakannya bersama orang-orang di luar Masjid. Dan orang-orang pun makan bersamanya” (Al-Karam wal Juud, karya Al-Barjalani hal. 53).
Di antara pelajaran dari kisah ini adalah bahwa para salaf bersungguh-sungguh untuk memberikan makanan berbuka puasa kepada orang lain dan mereka gemar makan bersama-sama, termasuk juga berbuka puasa bersama-sama.
Ketiga, tidak ada masalah pada kegiatan berbuka bersama dengan makna di atas, baik tempatnya di Masjid, atau di rumah, atau di restoran, atau di tempat lainnya. Hukumnya asalnya boleh.
Demikian juga jika beberapa orang ada di suatu tempat tanpa ada janji untuk bertemu sebelumnya dan mereka bersama-sama berbuka puasa di tempat tersebut. Ini pun tidak ada masalah di dalamnya, hukum asalnya boleh.
Yang dilarang oleh sebagian ulama adalah jika acara berbuka puasa bersama dijadikan sebagai ritual ibadah khusus. Bentuknya adalah setiap orang membawa makanan masing-masing atau membeli makanan masing-masing, kemudian membuat janji untuk bertemu di suatu tempat untuk berbuka bersama, kemudian terdapat urutan acara tertentu. Inilah yang diingkari oleh sebagian ulama.
Syaikh DR. Shalih Al-Fauzan ditanya:
نحن شباب مَنَّ الله علينا بصيام يوم وإفطار يوم وإفطارنا يكون جماعياً بدون إلزام لأحد، وطعام الإفطار يكون بالمشاركة لكي نكسب أجر بعضنا، فهل هذا جائز وإن كان لا يجوز فما العلة؟
“Kami para pemuda yang dimudahkan untuk puasa Daud. Terkadang kami berbuka puasa secara bersama-sama tanpa paksaan. Dan makanan berbuka puasa didapatkan dari patungan. Apakah ini diperbolehkan? Jika tidak boleh apa alasannya?”.
Syaikh DR. Shalih Al-Fauzan menjawab:
هذا محدث، هذا محدث، الإفطار الجماعي، والصيام الجماعي، وقيام الليل الجماعي كما يفعله بعض الشُّباب هذا كلّه مُحْدَث، لا أصل له. فكلٌّ يُفطر في مكانه، وفي بيته إلا إذا كان واحد يبذل فطوراً للَّصائمين، تحضر وتُفطِر معهم، مِن مُحسنٍ من المحسنين يعمل إفطار؛ فهذا لا بأس. أمَّا أنَّكم تتعمَّدون الجماعي تعمُّدًا؛ فهذا لا أصل له
“Ini perbuatan baru dalam agama. Ini perbuatan baru dalam agama. Yaitu berbuka puasa bersama, lalu shalat malam bersama, sebagaimana yang dilakukan sebagian pemuda. Ini perbuatan baru dalam agama, tidak ada asalnya. Hendaknya setiap orang berbuka puasa sendiri-sendiri pada tempatnya masing-masing dan di rumahnya.
Adapun jika ada salah seorang yang menyediakan makanan berbuka untuk orang-orang yang puasa. Mereka diundang lalu disediakan makanan berbuka puasa yang berasal dari donatur, maka ini tidak mengapa. Adapun jika mereka bersengaja membuat janji untuk berbuka puasa bersama-sama maka ini tidak ada asalnya”.
(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=LjNyHyYxv2Y).
Syaikh DR. Shalih Al-Fauzan juga menjelaskan dalam fatwa yang lain:
هذا شيء لم يعمله السلف، أنهم كانوا يتقصدون الاجتماع على الإفطار في رمضان ولا في غيره.
أما إذا كان الغرض من هذا هو من أجل أن يفطر عنده الفقراء والمحتاجون، يعرضون الإفطار في المسجد من أجل المحتاجين والفقراء؛ فلا بأس. أما إذا كانوا يجتمعون هم وحدهم، ويقولون هذا فيه فضيلة، هذا ليس من عمل السلف. فإذا كانوا معتكفين في المسجد، إذا كانوا معتكفين في المسجد فلا بأس أنهم يجتمعون على الإفطار أو على العشاء، لا بأس
“Berbuka puasa bersama yang seperti itu tidaklah pernah dilakukan oleh para salaf. Yaitu mereka bersengaja untuk berkumpul dalam rangka berbuka bersama di bulan Ramadhan, atau di bulan yang lain.
Adapun jika tujuannya adalah untuk memberi makanan berbuka untuk orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, kemudian dihidangkan makanan berbuka di Masjid untuk orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, ini tidak mengapa. Adapun jika mereka berkumpul dan berkelompok untuk berbuka puasa, dan mengatakan bahwa perbuatan ini ada keutamaannya, maka ini bukan amalan salafus shalih.
Adapun jika mereka sedang i’tikaf di Masjid, lalu berbuka puasa bersama, maka tidak mengapa mereka berkumpul untuk bersama-sama makan malam, tidak mengapa.”
(Sumber: https://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/7548)
Siapa yang mendengar dan membaca fatwa di atas dengan teliti akan mendapati bahwa Syaikh Shalih Al-Fauzan tidak melarang ifthar jama’i (buka puasa bersama) di Masjid jika tujuannya adalah memberi makanan kepada orang-orang yang berpuasa. Namun yang beliau larang adalah jika ifthar jama’i dijadikan sebagai suatu ritual ibadah khusus.
Demikian juga Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’, mereka membolehkan ifthar jama’i selama tidak dijadikan sebagai ritual ibadah khusus. Mereka ditanya:
سمعت من بعض الإخوة أن الإفطار الجماعي – أكان ذلك في شهر رمضان أو في صيام النافلة – بدعة. فهل هذا صحيح؟
“Saya mendengar dari sebagian ikhwah bahwa ifthar jama’i baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan adalah termasuk bid’ah. Apakah benar demikian?”.
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ menjawab:
لا بأس بالإفطار جماعيًا في رمضان وفي غيره، ما لم يعتقد هذا الاجتماع عبادة؛ لقوله تعالى: ﴿لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا﴾ [النور: 61] ، لكن إن خيف بالإفطار جماعيًا في النافلة الرياء والسمعة؛ لتميز الصائمين عن غيرهم كره لهم بذلك.
“Ifthar jama’i tidak masalah, baik di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan. Selama tidak diyakini bahwa perkumpulan tersebut sebagai suatu ritual ibadah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya) : “Tidak mengapa kalian makan bersama-sama ataupun sendiri-sendiri” (QS. An-Nur: 61). Namun jika dikhawatirkan dengan adanya ifthar jama’i menjadi ajang riya’ dan sum’ah sehingga terbedakan orang yang puasa sunnah dengan yang tidak puasa, maka ini hukumnya makruh”.
(Fatawa Al-Lajnah, edisi ke 2, jilid 9 hal.34-35, no. 15616).
Fatwa Majlis Islami lil Ifta’ di Palestina juga menjelaskan:
يجوز الإفطار الجماعي بشرط عدم الإختلاط بين الرّجال والنساء الأجنبيات – غير المحارم – فإن كان هنالك اختلاط بين الرّجال والنساء فيحرم المشاركة في مثل هذه الإفطارات
“Dibolehkan ifthar jama’i dengan syarat tidak bercampur-baur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram. Jika ada campur-baur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram maka diharamkan untuk ikut serta dalam acara tersebut” (Fatwa Majlis Islami lil Ifta’, no.13461).
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/41888-hukum-berbuka-puasa-bersama-di-masjid.html